Dalam NIE (New Institutional Economics) atau ekonomi kelembagaan baru, menurut perspektif ekonomi demikian difokuskan pada norma-norma sosial dan hukum serta legal yang mendasari kegiatan ekonomi dengan analisa yang telah jauh dilakukan sebelumnya tentang Ekonomi Kelembagaan dan Ekonomi Neoklasik.
Hal tersebut dapat kita lihat bahwa Ekonomi Kelembagaan berusaha mencoba untuk memperluas langkahnya dalam menambahkan aspek-aspek yang mungkin belum dijelaskan dalam ekonomi Neoklasik.
Landreth dan Colander (1994) membagi para tokoh Aliran Ekonomi Kelembagaan dalam tiga golongan, yaitu tradisional, quasi dan baru. Yustika (2006) membagi aliran kelembagaan kedalam ilmu ekonomi Kelembagaan lama (’old’ institutional economics) dan ilmu ekonomi Kelembagaan baru (’new’institutional economics).
Mengkombinasikan dari kedua pandangan tersebut, maka pertama akan dikemukakan aliran ekonomi Kelembagaan lama, kedua quasi dan yang ketiga aliran ekonomi Kelembagaan baru.
Seperti halnya para pemikir tersebut, pembagian tersebut sifatnya relatif dalam artinya yang dikemukakan kemudian bukan berarti paling baik dan yang lama (tradisional) harus ditinggalkan, akan tetapi hanya dalam hal kesamaan fokus dan isu-isu pemikiran.
Secara umum, Ekonomi Kelembagaan Baru mendukung efisiensi dengan membangun struktur kelembagaan yang kuat.
Efisiensi ekonomi yang dimaksud adalah untuk mengurangi biaya transaksi yang harus keluarkan oleh para pelaku ekonomi dalam melakukan transaksi ekonomi. mazhab ekonomi kelembagaan baru mengkritik Pandangan Neo-klasik yang menganggap bahwa:
1. Pasar dapat berjalan dengan sempurna tanpa biaya karena informasi telah tersebar secara luas dan merata, sehingga pembeli tahu benar barang/jasa apa yang harus dibeli.
2. Persaingan berjalan dengan sempurna sehingga produsen barang/jasa dapat menekan harga barang/jasa yang diperjual-belikan sehingga dapat menjadi murah.
3. Transaksi tanpa adanya biaya.
4. Penegakan hak kepemilikan properti tidak memerlukan biaya.
5. Mekanisme pasar mampu menyelesaikan masalah-masalah seperti kasus eksternalitas commons pool resources dan barang publik.
Nyatanya, tidak semudah itu di dunia nyata, di mana informasi, persaingan, sistem kontrak, dan proses jual beli bisa sangat asimetris.
Bukan hanya mengkritisi kelemahan mazhab ekonomi Neoklasik, mazhab ekonomi kelembagaan baru juga memberikan pandangan baru yang berhubungan dengan masalah-masalah tersebut seperti:
1. Pasar membutuhkan biaya agar dapat berjalan, karena pada dasarnya informasi sifatnya asimetris.
2. Persaingan tidak dapat berjalan sempurna karena bergantung pada ketersediaan informasi dan penguasaan sumber daya.
3. Tidak ada transaksi yang tidak memerlukan biaya (bersifat costless/zero cost).
4. Penegakan hak kepemilikan properti membutuhkan biaya, dan
5. Mekanisme pasar tidak mampu menyelesaikan kasus eksternalitas, commons pool resources, dan barang publik.
Tapi bagaimana dengan pajak digital yang dikenakan pemerintah? Hal ini dapat diperhitungkan oleh para pengambil keputusan politik agar kebijakan ini dapat dilaksanakan dengan benar dan tepat sasaran.
Pajak digital yang dikenakan pada perdagangan melalui saluran elektronik dalam teori ekonomi kelembagaan baru merupakan salah satu contoh biaya transaksi.
Secara sederhana, pajak digital dapat diartikan sebagai tambahan biaya yang perlu dikeluarkan oleh para pelaku ekonomi, sehingga berpotensi menurunkan transaksi ekonomi yang terjadi. Pandemi COVID-19 saat ini memukul semua sektor ekonomi domestik.
Salah satunya adalah sektor UMKM yang memiliki jumlah tenaga kerja terbesar di Indonesia. Pemberlakuan kebijakan pajak digital tentunya akan menambah beban UMKM untuk bertahan dalam ketidakpastian pasar, walaupun disisi lain baik bagi penerimaan negara melihat transaksi yang dilakukan via daring cukup besar.
Pada titik ini, menimbulkan dilema yang perlu untuk dikaji lebih lanjut agar kebijakan ini lebih tepat sasaran dan tidak memberatkan UMKM.
Salah satunya adalah dengan menghitung secara pasti jumlah penerimaan pemerintah yang dihasilkan, dan juga perlu mengklasifikasikan pajak sesuai dengan tingkat nilai transaksinya. Hal ini diperlukan agar transaksi bernilai kecil tidak terpengaruh dan dapat bertahan dalam ketidakpastian pasar.
Daftar Pustaka
Santosa, Purbayu Budi. (2008, juni). Relevansi dan Aplikasi Aliran Ekonomi Kelembagaan. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 46-60.
Shashabilla Ajeng Prayogo. (2016, september 18). Ekonomi Kelembagaan : Pemaknaan Ekonomi Kelembagaan. medium.com.
Penulis: Nurul Fadillah (90300118118)
Editor: Abdullah
0 Komentar
Beri komentar masukan/saran yang bersifat membangun